Selasa, 17 Mei 2011

Pembahasan kitab Aqidatul Awwam 02

فَا ْلحَمْدُ  ِللهِ ا لْقَدِ يْمِ  اْلأَ وَّ لـــِــ                             ا ْلأَ خِرِ ا لْبَا قِى بِلاَ  تَـحـَوُّ لـــــِ
“Maka segala puji bagi Allah yang qadim tidak berawal dan tidak berakhir yang kekal abadi tanpa perubahan”.
Penjelasan :
Maksudnya, lalu Syekh Ahmad Al Marzuki  memuji Allah dengan lisannya atas nikmat ini disertai pengagungan beliau kepada-Nya, dan beliau menyatakan (ikrar) dan berkeyakinan bahwa sesungguhnya setiap pujian tetap kepunyaan-Nya.
Pujian terbagi empat macam:
1.       Pujian zat yang maha dahulu kepada zat yang maha dahulu (qadim li qadim)
Yaitu pujian Allah kepada Allah sendiri, seperti firman Allah SWT:
نِعمَ ا ْلمَوْ لَـــى وَ نِعْمَ النَّصِيْرُ         
”…. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
 (QS. Al Anfal : 40)
2.       Pujian zat yang maha dahulu kepada makhluk (qadim li hadits)
Seperti firman Allah ta’ala pada hak diri Nabi kita Muhammad SAW :
وَ اِ نَّكَ لـــعُلَــــى خُلُقٍ عَظِيْمٍ                                                         
 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
 (QS. Al Qolam : 4)
3.       Pujiannya makhluk kepada zat yang maha dahulu (hadits li qadim)  
Seperti sabda Nabi Kita Isa AS:
تَــعْـلَمُ  مَــا فِــــيْ نَــــفْـسِـيْ وَ لاَ  اَ عْلَمُ مَـا فِـــيْ نَــفْـســِكَ اِ نَّــكَ اَ نْــتَ عَــلاَّ مُ  ا لْـــغُـــيُــوْ بِ
“…. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”. (QS. Al Maidah : 116)
4.       Pujian makhluk kepada makhluk (hadits li hadits)
Seperti Sabda Rasulullah di dalam haknya Sayyidina Abu Bakar Shiddiq RA :
مَـا طَـلَـعَـتِ  ا لـشَّــمْـسُ  وَ لاَ غَرَ  بَــتْ مِـنْ بَـعْـدِ ىْ عَـلَـى رَ جُلٍ أَ فْـضَـلُ مِـنْ أَ بِـى بَكْرٍ الصّـِـدِّ يْقِ                            
Matahari tidak terbit dan tidak tenggelam setelahku atas seorang laki-laki yang lebih utama dari pada Abu Bakar Shiddiq”

Adapun puji menurut istilah adalah perbuatan yang tumbuh karena mengagungkan Sang pemberi nikmat dengan sebab keadaannya sebagai pemberi nikmat kepada orang yang memuji atau orang yang lainnya.
Sedangkan syukur secara istilah adalah penyaluran seorang hamba akan segala sesuatu yang telah Allah berikan kepadanya, berupa pendengaran dan lain-lain.

·         Akan tetapi  Syekh Al Barowi, beliau mengatakan bahwa jika engkau berpendapat tidak bisa digambarkan serempaknya semua anggota tubuh melakukan ketaatan dalam satu waktu (sekaligus). Engkau mengatakan hal demikian dapat digambarkan dalam melakuka ihsan yang diperintahkan dalam hadits : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan berupaya menghadirkan Allah bahwa Dia melihatmu.

·         Syekh Ahmad Malawiy mengatakan bahwa kalimat Al Hamdu Lillahi mempunyai delapan huruf dan pintu-pintu syurga ada delapan, maka barang siapa yang mengucapkannya dengan hati yang bersih maka ia berhak memperoleh delapan pintu syurga yakni ia bisa memilih pintu-pintu itu sebagai penghormatan untuknya. Dan pasti ia akan masuk dari pintu yang Allah sajalah yang tahu ia masuk dari pintu mana.

Perkataan Nazhim Al Qodimil Awwali sampai akhir bait, berkata Syekh Al Halimy: “makna (al qadim) Yang Maha Dahulu adalah sesungguhnya wujudnya Allah tidak ada permulaannya Dan maujud Allah tidak akan pernah sirna”. Al Awwal (pertama) adalah tidak ada permulaan bagi wujud-Nya, Al Akhir (akhir) adalah tidak ada penghujung bagi wujud-Nya, dan  Al Baqi’ (kekal) adalah langgeng yang tidak pernah sirna.
Makna Bila Tahawwuli yakni tanpa ada perubahan. Kata ini menjelaskan makna kata Al Baqi’, karena sesungguhnya makna Tahawwul adalah pindah dari satu keadaan ke keadaan yang lain (berubah-rubah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar